Pages

Subscribe:

Minggu, 06 Oktober 2013

Mungkinkah? Merdeka dari Korupsi.

   Persoalan utama bangsa ini pasca kemer­dekaan adalah masalah moral. Dan masalah moral tersebut yang paling mendominasi adalah pengkhianatan terhadap amanah rakyat berupa korupsi, manipulasi, kolusi, dan nepotisme. Kalau perjuangan sebelum kemerdekaan adalah perju­angan yang sangat nyata karena musuh yang dihadapi jelas, mudah diidentifikasi, dan sangat berbeda budaya dan ras mereka, maka per­juangan pascakemerdekaan sungguh sulit karena musuh yang dihadapi absurd, sulit diidentifikasi dan saudara sendiri. Banyak alasan yang bisa kita berikan mengapa perju­angan untuk kesejahteraan rakyat dan mengentaskan keterpurukan bangsa ini dari kedhuafaan adalah perju­angan yang sungguh sulit. Namun semangat dan opti­misme harus selalu kita nyalakan karena hampir se­mua negara yang baru merde­ka menghadapi problem yang sama. Kita tentu tidak adil memperbandingkan diri de­ngan negara-negara Eropa Barat dan Amerika yang telah ratusan tahun mem­bangun fondasi kebangsaan mereka dan kini menempati peringkat yang bagus dalam hal pemberantasan korupsi.
Sedangkan negeri ini baru 68 tahun merdeka. Ibarat memperbandingkan bayi de­ngan orang tua. Jelas tidak proporsional. Tentu berbagai hal yang menjadi penyakit bangsa-bangsa yang sedang mengalami pertumbuhan banyak ditemui di negeri ini dan yang paling krusial adalah korupsi yang merajalela dan sudah menjadi budaya. Kalau kita perbandingkan dengan semangat dan pengor­banan para pahlawan yang begitu berjasa menghantarkan negeri ini ke alam kemerdekaan, maka ada beberapa hal yang bisa kita jadikan sebagai fighting spirit, agar anak bangsa ini bisa juga menumbuhkan semangat berkorban tanpa pamrih bagi keharuman nama Ibu Pertiwi. 

Pertama, sebagian besar para pejuang kemerdekaan adalah manusia-manusia yang berjiwa besar, ikhlas ber­korban, dan tidak pernah mementingkan diri sendiri apalagi kelompok dan keluar­ganya. Tinta emas mereka goreskan dalam pengabdian mereka untuk Ibu Pertiwi nihil pamrih, dengan fokus dan tujuan yang jelas, negeri ini terbebas dari penindasan penjajah yang tidak berpe­rikemanusiaan.
Perhatikan bagaimana kehidupan pribadi para pe­juang itu, yang jauh dari cukup, penuh pengorbanan dan terlunta-lunta dari penjara ke penjara. Kita patut menyimak kembali pribadi-pribadi emas seperti Imam Bonjol, Dipo­negoro, Bung Karno, Bung Hatta, Sjahrir, Thamrin dan banyak yang lainnya. Pribadi-pribadi yang menghiasi negeri ini dengan karakter, perilaku dan perjuangan mereka yang sangat mengharukan dan mengagumkan.
Lalu kenapa ketika saat mengisi kemerdekaan seperti zaman ini kita kehilangan elan vital sebagai bangsa yang besar dan mempunyai jiwa kejuangan yang tangguh? Yang kita hadapi saat ini adalah musuh yang absurd tapi ada. Saudara sendiri yang tidak mempunyai mentalitas pe­ngor­banan dan kejuangan. Mereka yang tanpa merasa bersalah menggarong uang rakyat untuk perut dan kepen­tingan diri sendiri. Ironisnya semangat untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara kini sudah bertukar dengan semangat menguras harta dan kekayaan negara untuk kepentingan diri dan golongan.

Kedua, semangat untuk berkorban lebih mendominasi karena tingginya ghirah ruhani dan spirit kejuangan. Sehingga prinsip para pejuang dahulu adalah kalau untuk me­nikmati hasil maka mereka paling belakang asal rakyat lebih dulu menikmati. Se­dangkan  yang sekarang ter­jadi hal sebaliknya.
Para pejuang sebelum kemerdekaan adalah mereka yang fokus dan bersungguh-sungguh untuk menjadikan negeri ini merdeka. Sehingga kemerdekaan adalah tujuan bersama, cita-cita tertinggi yang diperjuangkan dengan seluruh jiwa raga.
Bisakah kita generasi sekarang meneladani se­mangat pengorbanan seperti itu untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat di zaman sekarang? Para petinggi dan elit mempunyai jiwa pengor­banan yang tinggi sehingga mereka adalah orang yang paling belakangan menik­mati hasil perjuangan. Pe­mimpin sejati adalah mereka yang menderita paling awal demi perjuangannya dan menikmati hasil paling akhir.
Semangat itu nyaris le­nyap kalau boleh dikatakan tidak ada pada zaman seka­rang. Para pemimpin ber­lomba-lomba menumpuk harta dan kekayaan kalau perlu menyikat kiri kanan. Se­dangkan rakyat menderita dan hidup berkekurangan.
Elit politik dan pejabat menampakkan kehidupan yang sering menyakiti hati rakyat, dengan kekayaan melimpah puluhan sampai  ratusan milyar rupiah. Sedangkan rakyat untuk makan sekali dua sehari saja sulitnya minta ampun.
Semangat berkorban untuk rakyat nyaris hilang diganti dengan pamrih berlebihan kepada harta dan takhta. Pemimpin di semua level jarang yang kita saksikan hidup sederhana. Mereka lebih banyak mempertontonkan hidup berlebih-lebihan tanpa merasa bersalah dengan kon­disi rakyatnya.
Inilah yang menyebabkan tujuan bersama kesejahteraan dan kemakmuran untuk rak­yat sulit direalisir dan musuh bersama yaitu korupsi. Bangsa kita adalah bangsa yang selalu condong kepada keadilan dan kebenaran se­suai dengan nafas proklamasi, ideologi negara dan UUD 1945. Kita yakin kita bukanlah bangsa kerdil yang bisa me­nyerah dengan mudah dalam pertempuran demi per­tem­puran melawan kebatilan dan pengkhianatan. Kalau dulu musuh kita adalah penjajah yang tidak berperikemanusiaan, maka sekarang harus kita kibarkan bendera perang. Musuh kita adalah para koruptor dan mani­pulator walau mereka adalah teman atau saudara sendiri. lambat laun koruptor dan perbuatan korupsi akan menggali ku­burnya sendiri di negeri ini. Dirgahayu bangsaku!

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Sultan Casino | Shootercasino
Sultan 인카지노 Casino is a brand new brand-new brand that's bringing an febcasino authentic 제왕카지노 gaming experience to your guests. Whether you're looking for a quick access or the newest

Posting Komentar