Kaya dan miskin itu adalah sebuah anugerah.
Tidak ada satu orang pun didunia ini yang berkeinginan untuk menjadi orang
miskin selama hidupnya, apalagi hingga menurun ke anak cucu. Tetapi kesenjangan
sosial antara si kaya dan si miskin yang terjadi di kota metropolitan ini
laksana gunung yang tinggi menjulang dan jurang dalam mencekam. Si kaya bisa
dengan enaknya menghambur-hamburkan uangnya sekejap saja demi sepotong roti dan
secangkir minuman, tapi si miskin pun harus berdiri seharian penuh diperempatan
jalan hanya untuk mendapatkan uang recehan tuk bertahan hidup hingga ke esok
harinya.
Kemiskinan, sebuah
fenomena sosial yang tak dapat kita pungkiri nyata terlihat di kota ini.
Konsep
kemiskinan mempunyai pengertian yang luas dan beragam. bahwa kemiskinan dapat
didefinisikan sebagai suatu standard tingkat hidup yang rendah yaitu adanya
suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang
dibandingkan dengan standard kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan. standard kehidupan yang rendah tersebut nampak
langsung pengaruhnya terhadap aspek sosial seperti tingkat pendidikan,
kesehatan, kehidupan moral dan harga diri mereka yang tergolong sebagai orang
miskin.
Kemiskinan ini kita dapat duga berasal dari
sebuah penambahan penduduk ilegal yang selama ini tumbuh subur di kota besar.
Bayangan akan megahnya kota besar seperti Jakarta menjadi alasan mereka yang
tak memiliki skill pekerjaan atau pendidikan yang memadai. Pasar persaingan
yang ditetapkan kota ini membuat mereka yang tidak memiliki kompetensi
teringkir dari persaingan yang cukup kejam. Kemiskinan menjadi efek yang telak
atas gagalnya persaingan yang coba mereka lakukan di Kota Jakarta.
Dari kemiskinan tersebut, menimbulkan efek
yang bercecer, seperti pemukiman liar, gelandangan, dll. pemukiman liar dan
gelandangan (Studi di Jakarta dan Purwokerto),
merupakan konsekuensi logis yang muncul akibat gangunan dan pengembangan
perkotaan. Timbulnya gelandangan di perkotaan terjadi karena adanya
tekanan-tekanan ekonomi dan rasa tidak aman sebagian warga desa yang kemudian
terpaksa harus mencari tempat yang diduga dapat memberi kesempatan yang lebih
baik di kota.
Lebih lanjut dalam studinya ia membagi kondisi kehidupan dalam dua hal
yaitu perumahan (sulitnya gelandangan mendapatkan perumahan, sehingga mereka memanfaatkan tanah-tanah liar sebagai pemukiman dengan mendirikan gubuk-gubuk), serta mata pencaharian (aktivitas ekonomi dilakukan dengan mengumpulkan barang-barang bekas untuk dijual kembali).
Lebih lanjut dalam studinya ia membagi kondisi kehidupan dalam dua hal
yaitu perumahan (sulitnya gelandangan mendapatkan perumahan, sehingga mereka memanfaatkan tanah-tanah liar sebagai pemukiman dengan mendirikan gubuk-gubuk), serta mata pencaharian (aktivitas ekonomi dilakukan dengan mengumpulkan barang-barang bekas untuk dijual kembali).
dalam sosiologi, Gelandangan ini, menciptakan
fenomena gepeng, anak punk, dan gemstas yang nantinya akan membentuk suatu
gejala perilaku kriminal oleh karena sebuah rasa pengucilan yang mereka
dapatkan secara psikologis ataupun tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang
semakin mendesak. Kriminalitas oleh karena marjinalitas yang mereka dapatkan
tidaklah sepenuhnya menjadi kelahan mereka, namun lebih tepatnya tanggung jawab
pengemban amanat rakyat, yakni pemerintah.
Belum lagi penyimpangan sosial yang terjadi
oleh karena aspek sisi kelam kota ini, yakni fenomena banci dan psk. Kedua
fenomena sosial ini menjadi hal yang telah lama kita ketahui sebelumnya. Sekali
lagi permasalahan kemiskinan menjadi kunci jawaban timbulnya fenomena tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar