Sejak pemerintahan Orde Baru sampai sekarang, gonjang-ganjing mengenai
peningkatan taraf hidup petani di pedesaan selalu mengalami dinamika. Apapun
kebijakan pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup petani, seringkali menuai
kritikan dan kontroversi dari berbagai pihak. Banyak kalangan yang mengatakan
petani sebagai "wong cilik" yang kehidupannya semakin tertindas dan
harus menjadi tumbal atas kebijakan perekonomian pemerintah. Kita lihat
kembali bagaimana kebijakan penentuan harga dasar gabah, pengurangan subsidi
pupuk, mahalnya harga bahan bakar dan baru-baru ini kebijakan import yang
dirasa tidak berpihak pada kepentingan dan kesejahteraan petani.
Disisi lain, pembangunan nasional
juga menciptakan kesenjangan antara desa dan kota. Banyak peneliti yang sudah
membuktikan bahwa pembangunan semakin memperbesar jurang antara kota dan desa.
Sangat disadari, negara berkembang seperti Indonesia mengkonsentrasikan pembangunan
ekonomi pada sektor industri yang membutuhkan investasi yang mahal untuk
mengejar pertumbuhan. Akibatnya sektor lain seperti sektor pertanian
dikorbankan yang akhirnya pembangunan hanya terpusat di kota-kota.
Hal ini juga sesuai dengan hipotesa Kuznets, bahwa pada tahap pertumbuhan awal
pertumbuhan diikuti dengan pemerataan yang buruk dan setelah masuk pada tahap
pertumbuhan lanjut pemerataan semakin membaik. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kesenjangan tersebut antara lain karena perbedaan pendidikan, ketersediaan
lapangan pekerjaan, infrastruktur investasi, dan kebijakan
telah banyak para ahli pembangunan
masyarakat pedesaan yang mengangkat permasalahan ini ke permukaan. Karena
sesungguhnya yang terjadi petani tetap miskin, sebab persoalan yang berkaitan
dengan produksi seperti kapasitas sumber daya manusia, modal, dan kebijakan
tetap sama dari tahun ke tahun walaupun bentuknya berbeda. Studi mengenai
kemiskinan pedesaan menunjukkan bahwa untuk daerah pedesaan di Sulteng mencapai
48,08% sementara untuk perkotaan sekitar 12,24%. Studi ini menggunakan
pendekatan jisam (kajian bersama) sehingga kriteria kemiskinan sangat
lokalistik berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar dan kepemilikan
masyarakat.
Banyak proyek/program pemerintah
yang sudah dilakukan untuk mendorong pembangunan perekonomian masyarakat
pedesaan. Proyek/program tersebut dilakukan masing-masing departemen maupun
antar departemen. Pada umumnya proyek-proyek yang digulirkan masih pada
generasi pemberian bantuan fisik kepada masyarakat. Baik berupa sarana irigasi,
bantuan saprotan, mesin pompa, pembangunan sarana air bersih dan sebagainya.
Kenyataannya, ketika proyek berakhir maka keluaran proyek tersebut sudah tidak
berfungsi atau bahkan hilang. beberapa faktor yang mempengaruhi kegagalan
proyek tersebut antara lain, yaitu: (1) ketidaktepatan antara kebutuhan
masyarakat dan bantuan yang diberikan (2) paket proyek tidak dilengkapi dengan
ketrampilan yang mendukung (3) tidak ada kegiatan monitoring yang terencana (4)
tidak ada kelembagaan di tingkat masyarakat yang melanjutkan proyek.
Belajar dari berbagai kegagalan tersebut, generasi selanjutnya proyek-proyek mulai dilengkapi dengan aspek lain seperti pelatihan untuk ketrampilan, pembentukan kelembagaan di tingkat masyarakat, keberadaan petugas lapang, melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Atau dengan kata lain beberapa proyek dikelola dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, hasil proyek lebih lama dimanfaatkan oleh masyarakat bahkan berkembang memberikan dampak positif.
Belajar dari berbagai kegagalan tersebut, generasi selanjutnya proyek-proyek mulai dilengkapi dengan aspek lain seperti pelatihan untuk ketrampilan, pembentukan kelembagaan di tingkat masyarakat, keberadaan petugas lapang, melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Atau dengan kata lain beberapa proyek dikelola dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, hasil proyek lebih lama dimanfaatkan oleh masyarakat bahkan berkembang memberikan dampak positif.
Pemberdayaan adalah bagian dari
paradigma pembangunan yang memfokuskan perhatiannya kepada semua aspek yang
prinsipil dari manusia di lingkungannya yakni mulai dari aspek intelektual
(Sumber Daya Manusia), aspek material dan fisik, sampai kepada aspek
manajerial. Aspek-aspek tersebut bisa jadi dikembangkan menjadi aspek
sosial-budaya, ekonomi, politik, keamanan dan lingkungan.
Telaah lebih lanjut paper ini adalah
bagaimanakah peran pemberdayaan masyarakat desa dalam program-program
pemerintah untuk peningkatan pendapatan. Kemudian seberapa besarkah kegiatan
ekonomi masyarakat desa mendukung perekonomian nasional. Topik tersebut masih
relevan untuk dibahas bagi agenda pembangunan ekonomi Indonesia ke depan,
mengingat keberadaan masyarakat desa dari sisi kualitas dan kuantitas menjadi
peluang dan tantangan.
0 komentar:
Posting Komentar